Select Menu

Slider

Adsense Banner 970 x 90

Footer W 2

Footer W 1

Footer W 3

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

Popular Posts

Videos

» » DIMENSI FILSAFAT DALAM AGAMA
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

A. DIMENSI FILSAFAT DALAM AGAMA


Filsafat agama berbicara tentang pelbagai hal menyangkutagama dan pengalaman-pengalaman keagamaan manusia pada umumnya. Filsafat agama juga berbicara tentang dasar-dasar pembentukan suatu agama, dan
bagaimana agama dibedakan dari pengalaman religius, simbol-simbol yang dapat menjelaskan pelbagai pengalaman dan kenyataan keagamaan. Dengan kata lain, fildafat agama adalah refleksi filosofis tentang hakikat agama dan aliran kepercayaan manusia dan bagaimana hakikat ajaran ini dipraktikkan oleh manusia beragama sepanjang sejarah. Dia tidak saja hanya membuat teoritis tentang agama dan kepercayaan manusia, tetapi juga refleksi-refleksi praktis bagaimana manusia menghayati kehidupan keagamaannya. Berdasarkan refleksi-refleksi teoritis dan praktis ini filsafat agama juga berhubungan dengan limu-ilmu psikologi, agama, ilmu-ilmu teologi, kebatinan dan mistik.

Apabila dikaji antara filsafat dan agama dalam sejarah kadang-kadang dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Adakalanya para agamawan merintis perkembangan filsafat. Adakalanya pula orang beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok tahu, meremehkan wahyu dan iman sederhana umat.

Kadang-kadang juga terjadi bentrokan,dimana filosof menjadi korban kepicikan dan kemunafikkan orang-orang yang mengatasnamakan agama. Socrates dipaksa minum racun atas tuduhan atheisme padahal ia justru berudaha mengantar kaum muda kota Athena kepada penghayatan keagamaan yang lebih mendalam. Filsafat Ibn Rusyd dianggap menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia ditangkap, diasimgkan dan meninggal dalam pembuangan. Abelard Aquinas (1079-1142) yang mencoba mendamaikan iman dan pengetahuan mengalamai pelbagai penganiayaan. Thomas Aquinas (1225-1274), filosof dan teologi terbesar abad pertengahan, dituduh kafir karena memakai pendekatan Aristoteles (yang diterima para filosof Abad pertengahan dari Ibn Sina dan Ibn Rusyd). Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma. Sedangkan di zaman modern tidak jarang seliruh pemikiran filsafat sejak dari Auflklarung dikutuk sebagai anti agama dan atheis.

Pada akhir abad ke-20, situasi mulai jauh berubah baik dari pihak filsafat maupun dari pihak agama. Filsafat makin menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan manusia paling dasar tentang asal-usul yang sebenarnya, tentang makna kebahagiaan, tentang tanggung jawab dasar manusia, tentang makna kehidupan, tentang apakh hidup ini berdasarkan sebuah harapan fundamental atau sebenarnya tanpa arti paling-paling dapat diruluskan serta dibersihkan dari keracunan-keracunan, tetapi tidak dapat dijawab. Keterbukaa filsafat, termasuk banyak filosof Marxis, terhadap agama belum pernah sebesar dewasa ini.

Seballiknya agama, meskipun dengan lambat mulai memahami bahwa sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman malah membuka kesempatan juga. Kalau sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman malah kesempatan juga. Kalau sekularisasi berarti bahwa apa yang duniawi dibersihkan dari segala kabut adiduniawi, jadi bahwa dunia adalah dunia dan Allah adalah Allah dan dua-duanya tidak tercampur, maka sekularisasi itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang selalu menjadi keyakinan dasar monotheisme. Sekularisasi lantas hanya berarti bahwa agama tidak lagi dapat mengandalkan kekuasaan duniawi dalam membawa pesannya, dan hal itu justru membantu membersihkan agama dari kecurigaan bahwa agama sebenarnya hanyalah duatu legitimasi bagi sekalompok orang untuk mencari kekuasaan di dunia. Agama dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi. Agama , baru menjadi saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak memakai sarana-sarana kekuasaan, paksaan, dan tekanan duniawi.

Pertama, salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap agama wahyu adalah masalah interpretasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan sabda Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia. Akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak pernah seratus persen pasti. Itulah sebabnya kita begitu sering mengalami apa yang disebut salah paham. Hal itu juga berlaku bagi bahasa wahana wahyu. Hampir pada setiap kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Oleh karena itu para penganut agama yang sama pun sering masih cukup berbeda dalam pahamnya tentang isi dan arti wahyu. Dengan kata lain, kita tidak pernah seratus persen merasa pasti bahwa pengertian kita tentang maksud Allah yang terungkap dalam teks wahyu memang tepat, memang itulah maksud Allah.

Oleh sebab itu, setiap agama wahyu mempunyai cara untuk menangani masalah itu. Agama Islam misalnya, mengenai ijma` dan qiyas. Dalam usaha manusia seperti itu, untuk memahami wahyu Allah secara tepat, untuk mencapai kata sepakat tentang arti salah satu bagian wahyu, filsafat dapat saja membantu. Karena jelas bahwa jawaban atas pertanyaan itu harus diberikan dengan memakai nalar, karena filsafat adalah seni pemakaian nalar secara tepat dan bertanggung jawab, filsafat dapat membantu agama dalam memastikan arti wahyunya.

Kedua, secara spesifik, filsafat selalu dan sudah memberikan pelayanan itu kepada ilmu yang mencoba mensistematisasikan, membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu yaitu ilmu teologi. Maka secara tradisional dengan tidak sangat disenangi oleh para filosof filsafat disebut ancilla theologiae (abdi teologi). Teologi dengan sendirinya memerlukan paham-pahamdan metode-metode tertentu, dan paham serta metode-metode ini denga sendirinya berasal dari filsafat. Misalnya masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia ( masalah kehendak bebas) hanya dapat dibahas dengan memakai cara berpikir filsafat. Hal yang sama juga berlaku dalam masalah ”theodicia”, pertanyaan tentang bagaimana Allah yang sekaligus Mahabaik dan Maha Kuasa, dapat membiarkan penderitaan dan dosa berlangsung (padahal Ia tentu dapat mencegahnya).

Ketiga, filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan berlim ada dan tidak dapat dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan dalam bidang moralitas. Misalnya masalah bayi tabung atau pencangkokan ginjal, bagaimana orang mengambil sikap terhadap dua kemungkinan itu: Boleh atau tidak? Bagaimana dalam hal ini ia mendasarkan diri pada agamanya, padahal dalam kitab suci agamanya dua masalah itu tidak pernah dibahas? Jawabannya hanya dapat ditemukan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip etika yang termuat dalam konteks lain dalam kitab suci pada masalah baru itu dan dalam proses itu diperlikan pertimbangan filsafat moral.

Filsafat juga dapat membantu merimiskan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menggugah agama, dengan mengacu pada hasil ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi masa kini, misalnya pada ajaran evolusi atau pada feminisme.

Pelayanan keempat yang dapat diberikan oleh filsafat kepada agama diberika melalui fungsi kritisnya. Salah satu tugas filsafat adalah kritik ideologi. Maksudnya adalah sebagai berikut. Masyarakat terutama masyarakat pasca tradisional, nerada di bawah semburan segala macam pandangan kepercayaan, agama, aliran, ideologi, dan keyakinan. Senua pandangan itu memiliki satu kesamaan, mereka mengatakan kepada masyarakat bagaimana ia harus hidup, bersikap dan bertindak. Filsafat manganalisa klaim-klaim ideologi itu secar kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya, membuka kedok kepentingan yang barangkali ada di nelakangnya.

Kritik ideologi itu dibutuhkan agama dalam dua arah, pertama terhadap pandangan-pandangan saingan, teritama pandangan-pandangan yang mau merusak sikap jujur, takwa dan bertanggung jawab. Filsafat tidak sekedar mengutuk apa yang tidak sesuai dengan pandangan kita sendiri melainkan mempergunakan argumentasi rasional. Agama sebaliknya menghadapi ideologi-ideologi saingan secara tidak dogmatis delaka, jadi hanya karena berpendapat lain, melainkan berdasarkan argumentasi yang obyektif dan juga dapat dimengerti orang liar.

Jadi, filsafat dapat menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari undur-unsur ideologis yang menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah.


B. KONSEP AL-QUR`AN DAN HADITS MENGENAI FILSAFAT


Dalam kacamata tradisi intelektual Barat, filsafat Islam hanya sebatas filsafat Yunani dalam baju Arab yang salah satu dari perannya adalah menyalurkan unsur-unsur-unsur penting tertentu dalam warisan zaman kuno kepada Barat abad pertengahan. Tetapi jika kita melihat aspek historis berdasarkan tradisi filosofis Islam yang mempunyai perkembangan intelektual yang tidak diragukan lagi oleh dunia sejarah berkesinambungan dua belas abad dan masih tetap hidup hingga saat ini menjadi sangat jelas bahwa filsafat Islam seperti hal-hal lainnya yang berlabel ”islam”, berakar pad al-Qur`an san hadits.

Al-Qur`an dan sunnah telah merombak pola berfilsafat dalam Islam secara radikal sehingga lahirlah hal yang disebut sebagai filsafat profetik. Jadi, kandungan al-Qur`an dan pancarannya kepada Nabi Mihammad SAW mampi menyinari setiap kajian filsafat dan pengetahuan dalam Islam dan ini merupakan satu bukti bahwa ia adalah seorang filsuf.

Falsafah dalam al-Qur`an adalah al-Hikmah. Kata tersebut tercatat dalam al-Quran sebanyak dua puluh kali lebih di dalamnya, sedangkan failasuf orang yang menekuni falsafah/berfalsafah tercatat sebagai al-Hakim. Dengan kata lain para Nabi adalah failasuf. Prof. Dr. Milyadhi Kartanegara dalam bukunya yang berjudul ” Gerbang Keradifan: sebuah pengantar Filsafat Islam” mencoba mengafirmasi eksistensi filsafat Islam dengan beberapa argumentasi. Pertamam ketika corak filsafat Yunani mulai dikenal di dunia Islam, Islam telah terlebih dahulu menyusun sistem teologi yang menekankan ketauhidan dan hukum syari`at sebagai pediman hidup bagi siapapun. Sistem teologi dan hukum syari`at yang telah tersusun itu telah mendominasi kehidupan umat Islam sehingga segala sesuatu yang bisa dikatakan dan dianggap dari luar Islam dapat diterima asalkan tidak bertentangan dengan hukum syari`at tersebut. Kedua, sebagai seorang pemikir, para filsuf muslim merupakan pemerhati filsafat asing yang kritis. Apabila ada kekurangan dalam teori filsafat asing tanpa ragu lagi para filsuf muslim bersedia untuk memberikan solusi dengan sangat mendasar. Implikasi dari daya kritis tersebut, filsafat asing mengalami transformasi radikal sehingga menciptakan teori filsafat yang khas. Ketiga, kita bisa melihat adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islamsetelah adanya interaksi antara Islam sebagai agama dan filsafat Yunani sehingga dikembangkan oleh para filsuf sebelumnya.

Realitas al-Qur`an dan sunnah yang dapat diakses oleh manusia harus menduduki posisis sentral bagi setiap orang yang hendak berfilsafat dalam dunia Islam. Filsafat Islam sangat erat kaitannya dengan dimensi eksternal al-Qur`an maupun dengan kebenaran internal yang merupakan jantung segala sesuatu hal dalam Islam. Hal ini akan mengarahkannya kepada sejenis filsafat yang berorientasikan menempatkan kitab wahyu bukan hanya sekedar sumber primer yang tertinggi dalam pengetahuan bagi hukum-hukum keagamaan, melainkan juga sebagai sumber primer yang tertinggi dalam pengetahuan bagi hakikat eksistensi dari segala sumber eksistensi, karena pada dasarnya hakikat dari segala hakikat adalah Tuhan itu sendiri.

Ada sebagian pihak berpendapat bahwa filsafat dan agama masing-masing memiliki landasan berbeda sehingga menjadi sesuatu yang mustahil bahwa filsafat merupakan produk dari sebuah agama, kalaupun ada, maka itu hanya merupakan sesuatu yang tidak lebih dari teologi mengenai agama dan bukan merupakan produk dari sebuah agama. Tetapi pada dasarnnya filsafat Islam maupun teologinya berasal dari agama itu sendiri. Ada perbedaan cukup mendasar ang berperan penting dalam pengertian filsafat dan teologi. Teologi hanya sebatas polemik yang berkaitan irat dengan prinsip-prinsip terhadap agama tertentu, sedangkan filsafat bersifat lebih umum dan universal yang berlaku untuk segala sesuatu.

Dengan demikian kajian yang mendalam mengenai filsafat Islam selama dua belas abad lamanya mampu mengungkapkan peranan al-Qur`an dan hadits dalam perumusann penjelasan, dan pemecahan seluruh problematika tradisi filosofis yang besar dan utama ini. Karena, filsafat Islam pada dasarnya merupakan hermeneutika filosofis dan teks sakral di samping memanfaatkan khazanah filsafat zaman purbakala. Itulah sebabnya mengapa filsafat Islam berabad-abad sampai hari ini merupakan salah satu faktor atau perspektif intelektual utama dalam peradaban Islam yang tertanam dalam al-Qur`an dan Hadits.



DAFTAR PUSTAKA


· Kebung,Konrad. 2008. Filsafat Itu Indah. Jakarta: Prestasi Pustaka.

· http//www.yanto_Sagu@yahoo.com. 27 September 2008.

· http//www.masrokhan.multply.com. 1 Desember 2006

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar